Minggu, 28 Mei 2017

Lain Ilham Lain Ilma (2), Anak adalah Anugerah dan Ujian.


Lain Ilham Lain Ilma (2).
Anak adalah anugerah dan ujian. Hati-hati dengan ujiannya, jangan sampai tinggi hati, rendah diri, bahkan frustasi.
.
Dulu waktu Ilma berusia 14,5 bulan saya pernah bercerita tentang mudahnya makan untuk Ilma namun tidak untuk kakaknya-Ilham.
.
Ilham baru bisa dan mau menggigit serta mengunyah di usianya yang kedua. Sedangkan makan nasi baru di usianya yang ketiga.
.
Saya sedih lho kalau bercerita tentang susah makannya Ilham lalu ada yang menjawab, "Makanya jangan kasihan-kasihan sama anak. Harus dibiasakan sejak dini. Harus terus dilatih." atau "Kurang telaten itu, harus selalu dilatih, anak kalau dibiasakan pasti bisa kok."
.
Sudah merasa frustasi dengan kenyataan anak susah makan atau belum bisa makan, eh masih ditambah dengan respon yang menyudutkan.
.
Itu baru soal makan, belum soal keramas, potong kuku, potong rambut, bersihin daun telinga, gosok gigi, minum obat, dan lain lain .
.
Andai saja dulu saya kebanyakan mengeluh dan curhat tentang itu, pastinya saya sudah frustasi dan tersudut berkali-kali . Namun kali ini saya ingin sekali menceritakannya.
.
Keramas.
Ilham di usianya sekarang 4 tahun 3 bulan kalau keramas masih bergaya seperti keramas di salon lho. Hehe. Meski sudah tidak seperti sebelumnya jika mau keramas selalu menangis dan kepalanya tidak bisa tenang, sekarang dia bahkan tidak terlalu panik jika ada beberapa tetes air mengenai matanya. Paling hanya kucek-kucek sambil protes "ati ati tho miii. Kok mataku kena air."
.
Potong Kuku.
Kegiatan potong kuku Ilham selalu disertai tangisan dan teriakan penolakan darinya. Saya terpaksa harus mengunci badan dan kakinya dengan tangan dan kaki saya.
Dia tetap saja melawan hingga beberapa kali kepalanya sampai harus terbentur ubin.
Melelahkan, kadang saya sedih, mau potong kuku anak kok susahnya kayak gini. Hiks hiks.
.
Namun syukurlah semua itu telah terlewati. Di usianya yang ketiga Ilham dengan sukarela memasrahkan tangannya ke saya. Meski awalnya dengan mimbik-mimbik "aku takut boleh tho mi?".
Saya jawab "Takut boleh, nangis jangan. Kan nggak sakit tho? Ilham cuma takut tho?".
.
Membersihkan daun telinga, gosok gigi, dan minum obat pun sama, harus melewati adegan drama dan pencak silat. Namun itupun sekarang telah terlewati.
.
Kemajuan yang terbaru adalah akhirnya Ilham mau potong rambut di salon. Itu baru beberapa bulan lalu di usianya yang keempat 👏🏻👏🏻👏🏻. Sebelumnya hanya saya yang bisa memotong rambut Ilham. Ooh dengan kakungnya yang sudah potong rambut Ilham 2x dan harus sabar karena anak itu ngomel terus ketika dipotong rambutnya. Yang gatel lah, sumuk lah, takut lah, geli lah, dan lain-lain .
....
Lain Ilham Lain Ilma, bagaimana bisa dua anak ini sangat berbeda dalam hal-hal di atas tadi? Apa saya sudah berhasil dalam melatih Ilma untuk mau dan bisa makan? Untuk tenang dan rileks jika keramas, potong kuku, potong rambut, bahkan minum obat?
.
Saya merasa tidak melakukan hal lebih pada Ilma dibanding Ilham. Seingat saya sama saja.
Dalam hal makan saya menyediakan makan sesuai umurnya, bedanya jika Ilham menolak, Ilma mau. Begitupun dengan hal-hal di bawah ini, mengalir dengan sendirinya.
.
Keramas.
Gaya Ilma sama dengan Ilham, gaya keramas di salon. Bedanya, Ilma bisa bilang gini lho "Mmm amas enak, kakak ais" yang artinya : "Mmm keramas enak, kakak nangis" . Jika matanya terkena air, dia hanya mengernyitkan dahi, kedip-kedip, lalu rileks lagi.
.
Potong Kuku.
Saya tidak harus sampai gulat dengan Ilma tentang ini. Ilma santai saja jika dipotong kukunya. Dia malah meminta kuku yang sudah terpotong untuk dikumpulkan di tangannya yang satu lagi. Lalu dia bawa kemana-mana sampai akhirnya dia buang sendiri.
.
Saya sampai beberapa kali menolak Ilma yang meminta potong kuku padahal kukunya baru dipotong 2 hari lalu, masih pendek dan bersih. "Ami, otong kuku Ima" begitu pintanya. Saya jawab "Masih pendek, Ma. Besok ya." Eh dia malah menangis. Sregep banget sih Ma.
.
Minum Obat.
Ini yang membuat saya lucu, dan senang. Ilma tidak pernah menolak diminumi obat meski obat itu pahit. Bahkan Ilma malah minta minum obat terus .
.
...
Saya merasa komplit menghadapi kedua anak ini. Dalam hal Ilham, saya mungkin pernah rendah diri merasa gagal melatih, senewen, geregetan, bahkan frustasi .
.
Dalam hal Ilma, tentu saja saya tidak bisa tinggi hati karenanya. Saya tidak bisa bilang bahwa semua karena ketekunan saya melatih, membiasakan, memberi pengertian, mengajaknya ngomong dari hati ke hati setiap hari hingga anak itu mengerti.
Lhaah kalau itu semua karena saya, bagaimana Ilham dulu tidak bisa seperti Ilma? Tentu itu semua karena anaknya juga.
.
Makanya, saya suka gimanaa gitu kalau ada ibu-ibu yang langsung saja menghakimi ibu-ibu lain hanya karena dia lebih dimudahkan olehNya dalam hal momong anak.
Iya kan? Semua karena Allah bukan? Mempunyai anak yang penurut, mudah makan, mudah gosok gigi, dll.
.
Tidak boleh merasa tinggi hati, rendah diri, dan jangan sampai frustasi. Ini saya ngomong sendiri karena bagi ibu-ibu yang anaknya usianya melebihi Ilham Ilma pasti sudah merasakannya.
.
Yang di atas tadi masih seputaran rumah, belum nanti memasuki usia sekolah. Anakmu sudah bisa nulis apa? Sudah bisa baca? Sudah hafal surat apa saja? Dan lain lain.
.
Hmmm. Semoga saya tetap menikmati prosesnya. Kalaupun prosesnya lebih panjang dari anak-anak lain, saya tidak perlu rendah diri. Yang penting ibu dan anak sama-sama berusaha dan bahagia .
.
Kalaupun prosesnya nanti sangat cepat, saya tentu tidak boleh sombong karena merasa anak pandai itu karena didikan saya, ayahnya, orang tuanya.
.
Hati-hati. Itu ujian menjadi orang tua. Jangan sombong yaa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar