Adzan itu panggilan, Mi!
.
Begitu kata Ilham sambil berlalu menuju mushola yang jaraknya empat rumah dari rumah saya.
.
Kejadiannya sebelum Ramadhan, waktu itu ayahnya sedang ke luar kota. Di rumah hanya ada saya dan anak-anak. Jika hanya bertiga biasanya setelah Maghrib saya langsung tutup dan kunci pagar.
.
Sore itu anginnya dingin, setelah Ilham pulang dari mushola solat Maghrib saya langsung mengunci pagar. Saya waktu itu berniat melarangnya solat Isya di mushola, selain anginnya dingin, saya malas keluar lagi untuk mengunci pagar. Padahal sebenarnya jarak antara pintu depan dengan pagar hanya beberapa langkah.
.
Ilham langsung ambil sarung begitu dengar adzan Isya, lalu saya bilang solat Isya kali ini nggak usah di mushola tapi di rumah saja ya.
.
Ilham lalu mecucu, mrengut, marah, sedakep tangannya dan duduk di sofa. Saya bilang anginnya dingin, pagarnya sudah dikunci mami, manut tho kalau dibilang nggak usah ya nurut tho.
.
"Aku tu mau ke mushola ya ke mushola. Malah nggak boleh. Piye tho mami ki. Ya nanti pagarnya di buka sik tho mi. Wah jan. Piye tho." begitu katanya sambil merengek dan terdengar di telinga saya sangat mengganggu.
.
Dengan nada jengkel saya bilang "Ya sudah sana. Berangkat. Sini pakai sarung."
Ilham lalu bangun dan saya pakaikan sarung.
Ilham "Huu, mami tu. Adzan itu Panggilan, Mi!" sambil berlalu keluar.
.
Saya langsung makdeg, anakku bisa bilang begitu. Rasa-rasanya ada yang berdesir di dada dan merasa bersalah saat itu juga. Hanya karena kemalasan saya menutup pagar lagi di malam yang dingin dan sepi malah hendak menghalangi anak pergi ke mushola.
.
Saya lalu bukakan pagar dan melihatnya berlari mengejar qomat yang sudah berkumandang.
.
Saya harusnya bersyukur tidak perlu meminta, menyuruh, dan memaksa Ilham ke mushola. Anak itu sudah rutin dengan maunya sendiri berangkat ke mushola ketika mendengar adzan. Kecuali subuh, lainnya selalu rutin ke mushola.
.
Awalnya ketika Kakung di sini sejak Desember 2016, Ilham selalu ikut kakung ke mushola. Ditambah lagi teman-teman sepermainannya juga mulai rutin ke mushola, hal itu membuat Ilham semakin semangat ke mushola. Dia bisa lebih sering bertemu teman-temannya.
.
Seusianya sangat membutuhkan teman, jika temannya pulang selalu dihalangi. Dia sampai menutup pagar dan berdiri di sana menghalangi temannya yang mau pulang. Begitu temannya pulang, ia pasti menangis dan itu sering membuat saya jengkel. Jika mendengar suara temannya di luar, dia langsung berlari ke luar dan meminta temannya untuk masuk ke rumah.
.
Meski mungkin alasan ke mushola lebih banyak karena ingin bertemu dengan teman-teman, namun kalimatnya yang mengingatkan saya bahwa adzan itu panggilan membuat saya tidak ingin menghalanginya lagi.
.
Sebelumnya saya pernah melarangnya karena tidak ada kakung atau ayah yang mengawasi, sehingga di mushola hanya bermain dengan teman-temannya. Sekarang saya biarkan saja, di mushola pasti ada yang mengingatkan mereka jika bercandanya kelewatan.
.
Biarlah awalnya karena ingin bertemu teman membuatnya mencintai mushola. Membuatnya langsung "mendelik dan mengacungkan jari telunjuknya ke atas sambil bilang : ha! Adzan." lalu segera mengambil sarung. Membuatnya belajar dari teman-temannya yang sudah pintar adzan dan qomat. Bahkan anak-anak berumur 7tahun itulah yang sering adzan dan qomat.
.
Saya membiarkan mushola jadi tempat yang menyenangkan untuk Ilham.
.
Semoga tetap rajin ke mushola sampai dewasa. Semoga bisa cepat belajar adzan dari temannya Faeeq, Fidel, dan Ayas. Meski usianya paling kecil, berjarak 2,5 tahun dari mereka semoga Ilham cepat belajar.
.
Begitu kata Ilham sambil berlalu menuju mushola yang jaraknya empat rumah dari rumah saya.
.
Kejadiannya sebelum Ramadhan, waktu itu ayahnya sedang ke luar kota. Di rumah hanya ada saya dan anak-anak. Jika hanya bertiga biasanya setelah Maghrib saya langsung tutup dan kunci pagar.
.
Sore itu anginnya dingin, setelah Ilham pulang dari mushola solat Maghrib saya langsung mengunci pagar. Saya waktu itu berniat melarangnya solat Isya di mushola, selain anginnya dingin, saya malas keluar lagi untuk mengunci pagar. Padahal sebenarnya jarak antara pintu depan dengan pagar hanya beberapa langkah.
.
Ilham langsung ambil sarung begitu dengar adzan Isya, lalu saya bilang solat Isya kali ini nggak usah di mushola tapi di rumah saja ya.
.
Ilham lalu mecucu, mrengut, marah, sedakep tangannya dan duduk di sofa. Saya bilang anginnya dingin, pagarnya sudah dikunci mami, manut tho kalau dibilang nggak usah ya nurut tho.
.
"Aku tu mau ke mushola ya ke mushola. Malah nggak boleh. Piye tho mami ki. Ya nanti pagarnya di buka sik tho mi. Wah jan. Piye tho." begitu katanya sambil merengek dan terdengar di telinga saya sangat mengganggu.
.
Dengan nada jengkel saya bilang "Ya sudah sana. Berangkat. Sini pakai sarung."
Ilham lalu bangun dan saya pakaikan sarung.
Ilham "Huu, mami tu. Adzan itu Panggilan, Mi!" sambil berlalu keluar.
.
Saya langsung makdeg, anakku bisa bilang begitu. Rasa-rasanya ada yang berdesir di dada dan merasa bersalah saat itu juga. Hanya karena kemalasan saya menutup pagar lagi di malam yang dingin dan sepi malah hendak menghalangi anak pergi ke mushola.
.
Saya lalu bukakan pagar dan melihatnya berlari mengejar qomat yang sudah berkumandang.
.
Saya harusnya bersyukur tidak perlu meminta, menyuruh, dan memaksa Ilham ke mushola. Anak itu sudah rutin dengan maunya sendiri berangkat ke mushola ketika mendengar adzan. Kecuali subuh, lainnya selalu rutin ke mushola.
.
Awalnya ketika Kakung di sini sejak Desember 2016, Ilham selalu ikut kakung ke mushola. Ditambah lagi teman-teman sepermainannya juga mulai rutin ke mushola, hal itu membuat Ilham semakin semangat ke mushola. Dia bisa lebih sering bertemu teman-temannya.
.
Seusianya sangat membutuhkan teman, jika temannya pulang selalu dihalangi. Dia sampai menutup pagar dan berdiri di sana menghalangi temannya yang mau pulang. Begitu temannya pulang, ia pasti menangis dan itu sering membuat saya jengkel. Jika mendengar suara temannya di luar, dia langsung berlari ke luar dan meminta temannya untuk masuk ke rumah.
.
Meski mungkin alasan ke mushola lebih banyak karena ingin bertemu dengan teman-teman, namun kalimatnya yang mengingatkan saya bahwa adzan itu panggilan membuat saya tidak ingin menghalanginya lagi.
.
Sebelumnya saya pernah melarangnya karena tidak ada kakung atau ayah yang mengawasi, sehingga di mushola hanya bermain dengan teman-temannya. Sekarang saya biarkan saja, di mushola pasti ada yang mengingatkan mereka jika bercandanya kelewatan.
.
Biarlah awalnya karena ingin bertemu teman membuatnya mencintai mushola. Membuatnya langsung "mendelik dan mengacungkan jari telunjuknya ke atas sambil bilang : ha! Adzan." lalu segera mengambil sarung. Membuatnya belajar dari teman-temannya yang sudah pintar adzan dan qomat. Bahkan anak-anak berumur 7tahun itulah yang sering adzan dan qomat.
.
Saya membiarkan mushola jadi tempat yang menyenangkan untuk Ilham.
.
Semoga tetap rajin ke mushola sampai dewasa. Semoga bisa cepat belajar adzan dari temannya Faeeq, Fidel, dan Ayas. Meski usianya paling kecil, berjarak 2,5 tahun dari mereka semoga Ilham cepat belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar