Museum Cokelat Monggo terletak di kelurahan Bangunjiwo- kecamatan Kasihan- Bantul dan hanya berjarak 4 km dari rumah saya. Namun baru sekarang saya mendatangi tempat ini sejak diresmikan Januari 2017 oleh seorang warga negara Belgia bernama Thierry Detournay. Cokelat Monggo sendiri sudah diproduksi sejak 2005 dan mempunyai pabrik di Kotagede Yogyakarta.
Bangunan luas bertembok putih ini sangat menarik untuk dikunjungi jika kawan-kawan berkesempatan mampir di Bantul. Saya ingin berbagi pengalaman saya mampir di tempat ini. Menurut saya sangat menyenangkan mengajak anak-anak ke Museum Cokelat Monggo.
....
Kami memasuki bangunan pertama yang di dalamnya menjual berbagai macam rasa dan bentuk cokelat produksi Monggo. Mulai dari harga 20.000 hingga 235.000, mulai dari bentuk yang paling sederhana seperti cokelat kebanyakan hingga bentuk yang membuat Ilham-anak saya yang pertama heboh yaitu cokelat berbentuk Dinosaurus.
Untuk cokelat Dinosaurus sendiri dibuat khusus tidak dilapisi kertas alumunium foil, sehingga tidak tahan dibawa perjalanan. Padahal setelah dari sini kami akan bermain ke Goa Selarong, maka saya berjanji pada Ilham untuk membelikannya esok pagi dan langsung dibawa pulang untuk dimakan dan masuk kulkas.
Di bangunan ini pula kita bisa melihat proses pembuatan cokelat. Eh, bukan hanya melihat. Kita bisa juga membuatnya dengan biaya 100.000 untuk 10 orang.
....
🍫🍫☕☕
Kemudian kami memasuki bangunan kedua. Ruangan pertama terpasang beberapa foto seniman di dindingnya. Namun saya hanya tahu mas Didi NiNi Towok, lainnya tidak 🙏🏻.
Masuk lagi ke ruangan kedua. Di dindingnya terdapat beberapa gambar proses pembuatan cokelat. Gambar tersebut mulai dari pohon kakao, buahnya, isi buahnya, biji kakao, dan hingga telah berubah menjadi cokelat. Bukan hanya gambar, terdapat pula replika pohon kakao, biji kakao kering yang ditempatkan di wadah bambu, serta mesin pengolah kakao di ruangan berkaca
Di ruangan ketiga terdapat sejarah cokelat sejak ribuan tahun. Mulai dari suku Maya yang mempercayai bahwa kokoa adalah jembatan dunia manusia dengan dunia dewa dan nama ilmiah pohon kokoa adalah Theobroma Cocoa yang berarti Makanan Dewa.
Kemudian suku Aztec yang percaya bahwa minum cokelat akan menjamin "sukses dengan wanita". Raja Aztec Montezuma (1466-1520) meminum tidak kurang dari 50 gelas kakao dalam sehari dan tambah 1 gelas ekstra jika ia akan menemui seorang wanita.
Hingga penyebarannya di Eropa yang dibawa dari perkawinan anak raja Prancis. Di ruangan itu juga terdapat merk cokelat jaman dahulu, kemasannya, dan bentuk iklannya dari seluruh dunia.
Ruangan keempat dan kelima tentang cokelat Monggo sendiri. Tentang engolahannya, juga sejarah pendiriannya yang disajikan dalam bentuk komik tertempel di dinding.
🍫🍫☕☕
Kemudian kami memasuki bangunan kedua. Ruangan pertama terpasang beberapa foto seniman di dindingnya. Namun saya hanya tahu mas Didi NiNi Towok, lainnya tidak 🙏🏻.
Masuk lagi ke ruangan kedua. Di dindingnya terdapat beberapa gambar proses pembuatan cokelat. Gambar tersebut mulai dari pohon kakao, buahnya, isi buahnya, biji kakao, dan hingga telah berubah menjadi cokelat. Bukan hanya gambar, terdapat pula replika pohon kakao, biji kakao kering yang ditempatkan di wadah bambu, serta mesin pengolah kakao di ruangan berkaca
Di ruangan ketiga terdapat sejarah cokelat sejak ribuan tahun. Mulai dari suku Maya yang mempercayai bahwa kokoa adalah jembatan dunia manusia dengan dunia dewa dan nama ilmiah pohon kokoa adalah Theobroma Cocoa yang berarti Makanan Dewa.
Kemudian suku Aztec yang percaya bahwa minum cokelat akan menjamin "sukses dengan wanita". Raja Aztec Montezuma (1466-1520) meminum tidak kurang dari 50 gelas kakao dalam sehari dan tambah 1 gelas ekstra jika ia akan menemui seorang wanita.
Hingga penyebarannya di Eropa yang dibawa dari perkawinan anak raja Prancis. Di ruangan itu juga terdapat merk cokelat jaman dahulu, kemasannya, dan bentuk iklannya dari seluruh dunia.
Ruangan keempat dan kelima tentang cokelat Monggo sendiri. Tentang engolahannya, juga sejarah pendiriannya yang disajikan dalam bentuk komik tertempel di dinding.
Setelah puas melihat-lihat, kami duduk di pendopo terbuka yang kental nuansa jawanya. Ada gebyok bertuliskan museum cokelat Monggo juga tempat duduk yang semuanya terbuat dari kayu.
Kami duduk santai sambil makan cokelat Monggo yang menurut saya rasanya enaakk sekali. Sayangnya di sana tidak menjual minuman, dan untungnya kami bawa air minum dari rumah. Eh, tidak hanya bawa air minum kami juga bawa bakwan jagung dan dimakan di tempat itu juga😊. Hehe.
🍫🍫☕☕
Sebelum pulang ayah penasaran ingin mendapatkan surprise gift dari Monggo dengan syarat harus memakai atribut jawa beskap, blangkon, dan berfoto dengan latar tulisan Monggo lalu diupload di IG.
Keseruan yang membuat Ibu saya tidak berhenti terpingkal-pingkal bahkan sampai rumah yaitu ketika ayah memaksa Ilham memakai blangkon😂. Anak itu kan sejak bayi tidak suka kepalanya dipegang apalagi diberi atribut seperti topi, kopiah, topi ulang tahun, dan lain-lain. Sekarang baru topi yang mau pakai.
Syukurlah akhirnya mau dan dapat surprise gift berupa 2 buah coklat berbentuk lingkaran pipih dan hanya selebar genggaman tangan. Lumayaan.
Oh iya, anak-anak saya suka sekali di sini. Ilham antusias melihat beberapa anak praktek membuat coklat. Ilham juga senang berada di bangunan yang terdapat sejarah cokelatnya. Dia berguling di lantainya lho. Hmmm. Sedangkan Ilma-anak saya yang kedua senang berteriak-teriak dan semakin sering karena suaranya bergema😊.
Selamat berkunjung di Museum Cokelat Monggo ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar