Sabtu, 28 Januari 2017

Membuat Anak Gemar Membaca Sejak Dini


Tidak semua orang tua suka membaca. Tidak suka membaca tidak mengapa, namun jangan tularkan hal tersebut pada anak kita. Anak butuh buku, anak perlu ilmu dan kesenangan. Dan buku sangatlah menyenangkan. Maka fasilitasilah mereka dengan itu.

Sangat penting mengenalkan dan memupuk kecintaan anak pada buku sejak dini. Mengapa? Karena apabila anak telah kecanduan televisi, mengenal game dan gadget maka buku akan terlihat membosankan bagi mereka. Maka dari itu kenalkan mereka pada buku sejak kecil.

Buku adalah warisan yang berharga untuk anak-anak kita. Dengan buku maka mereka mengenal banyak hal, mengetahui dunia yang luas ini, menjadi peka terhadap lingkungan sekitarnya, dan buku berperan penting mencerdaskan anak bangsa.

Menyenangkan jika anak kita sangat berminat dengan buku, namun ada juga yang bila diberi buku langsung dibuang atau dirobek. Hehe. Namanya juga anak-anak, maka mari kita dengan sabar dan berkomitmen tinggi mengajari anak untuk menghargai buku, mencintainya, dan membacanya. Meski untuk Ilham-anak saya yang berumur 4 tahun, membaca diartikan dengan mendengarkan cerita saya dan melihat gambar-gambarnya.

Membuat anak gemar membaca sejak dini :

  1. Rutin membacakan dongeng sebelum tidur ataupun di sela-sela waktu bermain mereka.

Semua anak menyukai dongeng, semua anak suka mendengarkan cerita yang dimulai dengan kalimat “pada jaman dahulu”, maka mendongenglah untuk anak-anak kita. Karena dengan menceritakan dongeng, anak akan timbul rasa ingin tahunya. Ia akan mulai melihat-lihat buku yang kita bacakan, lalu meminta untuk dibacakan dongeng lagi dari gambar yang ia lihat di buku tersebut. Ia pun akan meminta dibacakan dongeng dari buku lain. Akhirnya, anak telah berkenalan dengan buku. Semoga makin akrab yaaa. Hehe.

  1. Tanamkan pada anak bahwa membaca adalah kebutuhan.

Misalnya dengan membacakan dongeng seperti ulasan saya di atas. Atau dengan membacakan buku setiap hari di sela-sela waktu bermainnya. Anak akan terbiasa setiap hari harus membaca buku. Aktivitas yang rutin dilakukan akan menjadi kebutuhan. Jika tidak dilakukan maka akan terasa ada yang kurang bukan?

  1. Belilah buku yang menarik minat anak.

Ilham anak saya sangat menyukai Dinosaurus. Kesukaannya timbul karena sering sekali menonton film tentang Dinosaurus. Ayahnya lalu memberinya buku Dino dan Ilham menjadi ketagihan, ia selalu berpesan pada ayahnya “Yah, belikan buku Dinosaurus lagi ya Yah.” Ilham sudah mulai meminta buku. Menyenangkan sekali bukan ketika anak meminta buku dan bukan hanya meminta dibelikan mainan?


  1. Berilah contoh kepada anak.

Sebagai orang tua, kita selalu ditiru oleh anak. Termasuk juga kebiasaan membaca. Bacalah buku di depan mereka, buku masakan, koran, majalah, dan lain-lain. Tunjukkan kepada anak bahwa membaca adalah kegiatan yang menyenangkan. Temani pula saat mereka sedang membaca, ciptakan suasana yang nyaman dan akrab pada saat anak sedang mengakrabkan diri dengan bukunya.

  1. Sering-sering mengajak anak bermain ke toko buku.

Ini pengalaman pribadi saya, ketika bepergian kemanapun jika sempat maka kami akan mampir ke toko buku. Tidak hanya mall dan taman hiburan, toko buku pun bisa jadi tempat bermain bagi anak. Ilham misalnya, ia antusias jalan kesana kemari melihat-lihat buku. Lalu akan berteriak “Ada Dino, Mi. Dino! Beli ya.” Terakhir kemarin Ilham antusias melihat buku Kuda Nil dan merengek minta dibelikan. Ia penasaran dengan Kuda Nil setelah melihatnya di kebun binatang beberapa bulan lalu.Biasakan anak memilih sendiri buku yang ia sukai.

  1. Memberi hadiah berupa buku.

Dengan memberikan hadiah berupa buku, kita telah menunjukkan kepada anak bahwa buku sangat berharga. Bahwa ketika anak berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, mereka selalu bersikap baik, dan hal positif lain yang telah mereka lakukan, maka mereka layak mendapat penghargaan. Dan penghargaan itu berupa sesuatu yang berharga pula, yaitu buku.

  1. Biasakan membawa buku kemanapun kita pergi.

Ini juga merupakan pengalaman pribadi saya, ketika keluar kota untuk mudik atau hal lainnya, saya seringkali membawa buku sebagai pengisi waktu ketika bosan. Hal ini lalu ditiru Ilham, ia yang kemudian mengingatkan saya ketika lupa membawa buku. Dengan demikian kebiasaan membaca buku tidak terhalang karena bepergian.

  1. Mengajarkan anak cara merawat buku.

Merawat buku merupakan bentuk kecintaan kita kepada buku. Ajarkan anak untuk selalu mengembalikan ke tempatnya semula setelah membaca buku. Meminta anak untuk tidak melipat, menginjak, merobek, atau mencoret-coret buku.

Dan jangan lupa untuk menyediakan rak buku di rumah ya, ibu-ibu. Semoga bermanfaat.

Manfaat Mendongeng Untuk Anak

Pertama kali ayah membelikan buku untuk Ilham adalah buku cerita anak karya Roald Dahl. Waktu itu Ilham masih sekitar 6 atau 7 bulanan. Terdiri dari 14 buku dan waktu itu turun harga sehingga ayah sayang untuk melewatkannya. Saya sedikit manyun, Rp 140 Ribu sekaligus, kenapa tidak beli sedikit-sedikit dulu? Meski jika dihitung perbuku hanya Rp 10 Ribu!! Apalagi Ilham masih kecil, dia bisa membaca mungkin nanti di umurnya  5 tahun, kan masih lama. Ditambah lagi dari keempat belas buku hanya satu buku yang di dalamnya terdapat gambar berwarna yaitu “The Enormous Crocodile”, lainnya hanya tulisan saja dengan sedikit sekali gambar sketsa hitam putih.
Namun saya salah, lima tahun sangat cepat, itu merupakan bentuk investasi untuk anak. Dan sayapun bisa dapat bacaan bagus sebagai bekal dongeng saya untuk ilham dari buku-buku tersebut. Mulailah saya mendongeng untuknya meski tidak pada malam hari. Kapanpun saya longgar saya bacakan cerita untuknya.

Manfaat Dongeng Untuk Anak :
  1. Melatih kemampuan mendengar. Dengan banyak mendengar maka anak akan lebih mudah berbicara.
  2. Menambah kosa kata dan melatih kemampuan anak untuk berbicara secara terstruktur. Ilham kini sudah bisa bercerita dengan baik. Menurut kami, bicaranya pun sudah rapi. Ia bisa merangkai kalimat dengan baik.
  3. Menstimulasi daya berpikir, imajinasi, dan rasa ingin tahu. Pikirannya akan terangsang menggambarkan situasi  yang sedang ia dengar. Selain itu juga melatih anak berpikir kritis karena rasa ingin tahunya, ia akan bertanya banyak hal. Bertanya tentang hal yang baru saja ia dengar, serta tentang gambar-gambar manarik yang ia lihat di buku tersebut.
  4. Melatih daya ingat. Biasakan meminta anak untuk mengulangi dongeng yang baru saja ia dengar. Kamipun selalu meminta Ilham mengulanginya.
  5. Merangsang minat baca. Anak pasti akan ketagihan dongeng, seperti Ilham yang selalu minta diulang-ulang. Ia selalu ingin melihat buku yang dibacakan oleh kami, dan membuka halaman-halaman berikutnya untuk minta didongengi lagi. Begitulah cara kami mengenalkan buku pada Ilham.
  6. Mengajarkan nilai-nilai moral. Mendongeng merupakan salah satu sarana untuk mengajarkan etika, nilai-nilai moral, dan menyampaikan nasehat kita kepada anak. Anak dikenalkan dengan berbagai macam karakter dan diajarkan mengenal hubungan sebab akibat. Jika menjadi anak yang suka jahil kepada teman maka ia akan tidak disukai lagi oleh teman-temannya. Begitu salah satunya.
  7. Menambah keakraban orang tua dan anak. Pada saat bercerita tentu mata saya dan Ilham sering bertatapan, saya melihat ekspresi serius darinya. Dan itu lucu. Begitupun dengan Ilham yang melihat saya lucu memerankan tokoh dalam dongeng. Lalu kami tertawa bersama. Jika ayahnya yang mendongeng di malam hari sebelum tidur, maka Ilham akan bermanja-manja dengan ayahnya. Ayah akan tiduran di sebelah Ilham, mendongeng diselingi canda, lalu Ilham mendengarkan dengan sesekali bertanya dan terjadilah saling tanya jawab diantara keduanya. kegiatan menyenangkan tersebut diharapkan akan membekas di hatinya sampai dewasa nanti.

Dan inilah tips mendongeng untuk anak kita :
  1. Kita harus menguasai materi. Maka kita harus membaca dongeng itu terlebih dahulu.
  2. Buatlah karakter dalam dongeng benar-benar hidup. Karena kita telah menguasai materi, maka kita akan dengan mudah berekspresi memerankan tokoh dalam dongeng tersebut. Dengan mudah pula kita memberikan penekanan-penekanan pada beberapa kalimat yang menyatakan emosi masing-masing tokoh. Sedih, gembira, marah, dll.
  3. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti anak. Inilah manfaat dari menguasai materi terlebih dahulu. karena tidak mungkin kita membacakan seluruh kalimat yang tertera di buku. Ada beberapa kata yang tentu saja belum dimengerti anak di usianya. Sehingga tugas kita untuk mempermudahnya.
  4. Awali dengan kalimat yang menarik. Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, semua anak pasti suka dongeng. Mereka pasti suka didongengi dengan awal kalimat “Pada jaman dahulu”, maka awalilah dengan itu.
Mari mendongeng untuk anak-anak kita!!


Tips Membeli buku



















Dulu sewaktu kecil tidak banyak buku yang saya punya, sayapun jarang mendengar dongeng dari orangtua sebelum saya tidur. Saya bersyukur anak-anak saya-Ilham 4 tahun dan Ilma 1,5 tahun punya cukup buku untuk menemani hari-hari mereka, dan ayahnya cukup telaten serta sabar membacakan mereka dongeng sebelum tidur.
Respon Ilham bagaimana? Ternyata dia sangat antusias. Lucu melihat ilham ketika didongengi, wajahnya serius, matanya setengah melotot dan terlihat sedang berpikir . Saya kira semua anak juga begitu. Semua anak suka dongeng, semua anak suka diceritakan dengan awal kalimat “pada jaman dahulu”. Namun sebagai orangtua apakah kita siap mendongeng untuk mereka?
Siapkah secara fisik dan materi? Secara fisik kadang terasa berat, saya malaaasss sekali jika harus mendongeng untuk Ilham, apalagi Ilham selalu minta nambah jika didongengi. Kalau sudah malam itu inginnya hanya tiduran saja, diam mengawasi anak-anak yang masih aktif. Maka tugas mendongeng di malam hari diambil alih oleh ayahnya.  
Secara materi bagaimana? Apakah hanya mengandalkan ingatan masa kecil tentang dongeng nusantara atau dongeng luar negeri? Atau hanya copy paste dongeng kancil yang tayang di televisi? Bagaimana supaya anak tertarik setiap harinya, bagaimana supaya anak menjadi ketagihan menunggu akan diceritakan apalagi ya oleh ayah? Maka kami perlu buku!
Membeli buku itu tidak semudah dan serela membeli mainan atau baju. Saya yang suka membaca pun masih suka sayang atau eman-eman kalau membeli buku. Yaa, karena kecintaan saya kepada buku belum mendarah daging. Beda dengan suami  yang begitu mencintai buku. Ia terbiasa sejak muda menyisihkan uangnya untuk membeli buku sebulan sekali. Maka sekali lagi, suami saya lah yang punya andil besar menambah koleksi buku Ilham dan Ilma.
Begini cara saya untuk tetap konsisten membelikan anak buku tanpa rasa eman-eman, serta untuk mendapatkan buku bagus dan murah :
  1. Kita harus menyadari bahwa buku itu penting bagi anak.
Harus kita tanamkan dalam hati dan pikiran kita bahwa anak membutuhkan buku! Memang tidak semua orang tua suka membaca, namun sebaiknya kita tidak menularkan hal tersebut kepada anak. Sebaiknya kita tetap mengupayakan agar anak menyukai buku sejak dini. Sebaiknya kita tetap memfasilitasi anak untuk gemar membaca.
Buku tentang monster, UFO, robot, penemuan kapal tenggelam, buku apapun! Buku mengajarkan anak banyak hal yang belum tentu dapat kita ajarkan. Buku memperkaya pengetahuan anak. Buku menumbuhkan daya kreasi dan imajinasi anak. Buku sepenting kita membeli beras, maka kita harus menyediakan budget untuk membeli buku.  Mengapa beras? Beras identik dengan makanan pokok kita, jika belum makan nasi maka belum kenyang. Kenyangkan pula rasa ingin tahu anak dengan buku!
jika kita sangat menggebu membeli tas seharga Rp.300 Ribu mengapa kita  tidak terpikir menyisihkan sedikit saja uang belanja kita untuk membeli buku? Untungnya saya tidak pernah membeli tas seharga itu. Hehehehe.
  1. Membeli buku tidak harus mahal.
Kemarin seorang teman menghubungi saya, hatinya terketuk melihat anaknya ternyata suka membaca. Pada jam istirahat di TK anak itu tidak berlarian seperti temannya  yang lain, melainkan mengambil buku di rak, kemudian duduk tenang sambil melihat-lihat isi buku. Ia bertekad sejak saat itu akan selalu membelikan anaknya buku.
Kemudian ia meminta saran kepada saya bahwa hendak membeli buku paketan berisi 24 buku cerita, 10 buku mengasah otak dan 1 alat peraga seharga Rp.3,5 Juta. Dengan uang muka Rp.650 Ribu dan angsuran Rp.213 Ribu selama 18 bulan.
Pertama kali saya mendengar Rp.3,5 Juta langsung pusing. Hehehe. Meski dengan cara mengangsur, tapi harus menyediakan dulu uang muka Rp.650 Ribu. Uhuk. Saya langsung berhitung Rp.650 Ribu + (Rp.213 Ribu x 18 bulan) = Rp.4.484.000. kelebihan uangnya kan sebenarnya bisa untuk dibelikan buku lagi.
Saya tidak mau mengintervensi teman saya, saya bilang padanya jika buku itu menurutnya bagus dan ia ingin beli ya silahkan saja. Namun saya tetap memberikan saran kepadaya, jika saya yang mempunyai uang Rp.650 Ribu sebagai uang muka maka akan saya belikan buku di toko buku yang sedang diskon @Rp.10 Ribu sampai @Rp.15 Ribu bisa dapat berapa itu? Bisa 50 buku saya bawa pulang. Anak akan sangat senang mendapat buku sebanyak itu dengan pilihan tema beraneka macam.
Jika saya  yang punya uang Rp.213 Ribu setiap bulan untuk mengangsur buku, maka saya akan konsisten juga setiap bulan mengeluarkan uang segitu untuk membelikan anak buku. Misal tidak sedang diskon cari saja buku @Rp.50 Ribu maka akan dapat 4 buku, 4 x 18bulan = 72 buku. Atau campur dengan buku impor maka  hasilnya tetap akan mendapat buku lebih banyak dibanding yang akan dibeli teman saya tadi. Itu kalau saya, saya mengukur kemampuan saya sendiri. Dan sayapun tidak mau berhutang, jika dalam sebulan Rp.213 Ribu itu mendadak terpakai untuk keperluan lain maka saya tidak akan terbebani dengan “harus membayar hutang”.
Belilah buku yang dapat menarik minat baca anak, dan itu tidak harus mahal. Buku seri penemuan di bawah ini sangat bagus dan menarik namun tidak mahal. Karena ayah membelinya pas sedang diskon. Hehehe.



  1. Seringlah mampir ke toko buku.
Itu salah satu cara untuk mendapatkan info sedang diskon atau turun harga. Bagaimana kita tahu kalau harga sedang terjun bebas jika kita tidak sering mampir ke toko buku?  Suami saya yang lebih sering mampir ke toko buku setelah usai bekerja. Dan dari situlah beberapa buku Ilham yang sangat bagus didapat dengan harga yang lebih murah dibanding harga aslinya jika tidak sedang diskon.

  1. Seringlah mencari info di internet tentang obral buku atau bazar buku murah.
  2. Jangan gengsi membeli buku bekas.
Selain sering mampir ke toko buku, tidak ada salahnya mampir juga ke pedagang buku di pasar atau lainnya yang menjual buku baru ataupun bekas.  Ingat kan? Rangga AADC juga sering mampir ke toko buku bekas? Hehe. Ilham juga pernah dibelikan buku bekas oleh ayahnya seharga Rp.15 Ribu, berjudul “Alam Pesawat” keluaran tahun 1983 karya Ron Taylor dan Tim Penerbit Gramedia. Buku berisi 133 halaman itu memuat sejarah peradaban manusia, perkembangan ilmu pengobatan dan perkembangan tekhnologi. Bukunnyapun terdapat gambar berwarna di dalamnya. Buku itu kelak akan sangat bermanfaat untuk Ilham.  


  1. Jangan Cuma teori, praktekkan sekarang juga.
Saya sering mendengar ibu-ibu berkata bahwa jaman sekarang itu harus berhati-hati terhadap paparan televisi dan kecanduan anak terhadap gadget. Sudah, itu saja. Lalu bagaimana solusinya? Waspada saja tidak cukup, kita harus mencari media lain untuk mengalihkan perhatian anak dari dua hal tersebut. Kita harus serius untuk membuat anak menyukai buku sejak kecil. Sudahkah ibu-ibu seserius itu?
Ada lagi saya mendengar beberapa ibu-ibu mengagumi koleksi buku Ilham yang banyak. Namun, siapkah ibu-ibu saya ajak untuk membeli buku? Yang terjangkau di dompet tentu saja. Bersediakah jika ada diskon saya berikan info? Dititipipun saya mau. Apakah ibu-ibu ingin juga punya banyak buku untuk anak-anak ibu?

Kamis, 26 Januari 2017

Tips Membeli Buku dan Manfaat Mendongeng Untuk Anak



Dulu sewaktu kecil tidak banyak buku yang saya punya, sayapun jarang mendengar dongeng dari orangtua sebelum saya tidur. Saya bersyukur anak-anak saya-Ilham 4 tahun dan Ilma 1,5 tahun punya cukup buku untuk menemani hari-hari mereka, dan ayahnya cukup telaten serta sabar membacakan mereka dongeng sebelum tidur.
Respon Ilham bagaimana? Ternyata dia sangat antusias. Lucu melihat ilham ketika didongengi, wajahnya serius, matanya setengah melotot dan terlihat sedang berpikir . Saya kira semua anak juga begitu. Semua anak suka dongeng, semua anak suka diceritakan dengan awal kalimat “pada jaman dahulu”. Namun sebagai orangtua apakah kita siap mendongeng untuk mereka?
Siapkah secara fisik dan materi? Secara fisik kadang terasa berat, saya malaaasss sekali jika harus mendongeng untuk Ilham, apalagi Ilham selalu minta nambah jika didongengi. Kalau sudah malam itu inginnya hanya tiduran saja, diam mengawasi anak-anak yang masih aktif. Maka tugas mendongeng di malam hari diambil alih oleh ayahnya.  
Secara materi bagaimana? Apakah hanya mengandalkan ingatan masa kecil tentang dongeng nusantara atau dongeng luar negeri? Atau hanya copy paste dongeng kancil yang tayang di televisi? Bagaimana supaya anak tertarik setiap harinya, bagaimana supaya anak menjadi ketagihan menunggu akan diceritakan apalagi ya oleh ayah? Maka kami perlu buku!
Membeli buku itu tidak semudah dan serela membeli mainan atau baju. Saya yang suka membaca pun masih suka sayang atau eman-eman kalau membeli buku. Yaa, karena kecintaan saya kepada buku belum mendarah daging. Beda dengan suami  yang begitu mencintai buku. Ia terbiasa sejak muda menyisihkan uangnya untuk membeli buku sebulan sekali. Maka sekali lagi, suami saya lah yang punya andil besar menambah koleksi buku Ilham dan Ilma.
Begini cara saya untuk tetap konsisten membelikan anak buku tanpa rasa eman-eman, serta untuk mendapatkan buku bagus dan murah :
  1. Kita harus menyadari bahwa buku itu penting bagi anak.
Harus kita tanamkan dalam hati dan pikiran kita bahwa anak membutuhkan buku! Memang tidak semua orang tua suka membaca, namun sebaiknya kita tidak menularkan hal tersebut kepada anak. Sebaiknya kita tetap mengupayakan agar anak menyukai buku sejak dini. Sebaiknya kita tetap memfasilitasi anak untuk gemar membaca.
Buku tentang monster, UFO, robot, penemuan kapal tenggelam, buku apapun! Buku mengajarkan anak banyak hal yang belum tentu dapat kita ajarkan. Buku memperkaya pengetahuan anak. Buku menumbuhkan daya kreasi dan imajinasi anak. Buku sepenting kita membeli beras, maka kita harus menyediakan budget untuk membeli buku.  Mengapa beras? Beras identik dengan makanan pokok kita, jika belum makan nasi maka belum kenyang. Kenyangkan pula rasa ingin tahu anak dengan buku!
jika kita sangat menggebu membeli tas seharga Rp.300 Ribu mengapa kita  tidak terpikir menyisihkan sedikit saja uang belanja kita untuk membeli buku? Untungnya saya tidak pernah membeli tas seharga itu. Hehehehe.
  1. Membeli buku tidak harus mahal.
Kemarin seorang teman menghubungi saya, hatinya terketuk melihat anaknya ternyata suka membaca. Pada jam istirahat di TK anak itu tidak berlarian seperti temannya  yang lain, melainkan mengambil buku di rak, kemudian duduk tenang sambil melihat-lihat isi buku. Ia bertekad sejak saat itu akan selalu membelikan anaknya buku.
Kemudian ia meminta saran kepada saya bahwa hendak membeli buku paketan berisi 24 buku cerita, 10 buku mengasah otak dan 1 alat peraga seharga Rp.3,5 Juta. Dengan uang muka Rp.650 Ribu dan angsuran Rp.213 Ribu selama 18 bulan.
Pertama kali saya mendengar Rp.3,5 Juta langsung pusing. Hehehe. Meski dengan cara mengangsur, tapi harus menyediakan dulu uang muka Rp.650 Ribu. Uhuk. Saya langsung berhitung Rp.650 Ribu + (Rp.213 Ribu x 18 bulan) = Rp.4.484.000. kelebihan uangnya kan sebenarnya bisa untuk dibelikan buku lagi.
Saya tidak mau mengintervensi teman saya, saya bilang padanya jika buku itu menurutnya bagus dan ia ingin beli ya silahkan saja. Namun saya tetap memberikan saran kepadaya, jika saya yang mempunyai uang Rp.650 Ribu sebagai uang muka maka akan saya belikan buku di toko buku yang sedang diskon @Rp.10 Ribu sampai @Rp.15 Ribu bisa dapat berapa itu? Bisa 50 buku saya bawa pulang. Anak akan sangat senang mendapat buku sebanyak itu dengan pilihan tema beraneka macam.
Jika saya  yang punya uang Rp.213 Ribu setiap bulan untuk mengangsur buku, maka saya akan konsisten juga setiap bulan mengeluarkan uang segitu untuk membelikan anak buku. Misal tidak sedang diskon cari saja buku @Rp.50 Ribu maka akan dapat 4 buku, 4 x 18bulan = 72 buku. Atau campur dengan buku impor maka  hasilnya tetap akan mendapat buku lebih banyak dibanding yang akan dibeli teman saya tadi. Itu kalau saya, saya mengukur kemampuan saya sendiri. Dan sayapun tidak mau berhutang, jika dalam sebulan Rp.213 Ribu itu mendadak terpakai untuk keperluan lain maka saya tidak akan terbebani dengan “harus membayar hutang”.
Belilah buku yang dapat menarik minat baca anak, dan itu tidak harus mahal. Buku seri penemuan di bawah ini sangat bagus dan menarik namun tidak mahal. Karena ayah membelinya pas sedang diskon. Hehehe.



  1. Seringlah mampir ke toko buku.
Itu salah satu cara untuk mendapatkan info sedang diskon atau turun harga. Bagaimana kita tahu kalau harga sedang terjun bebas jika kita tidak sering mampir ke toko buku?  Suami saya yang lebih sering mampir ke toko buku setelah usai bekerja. Dan dari situlah beberapa buku Ilham yang sangat bagus didapat dengan harga yang lebih murah dibanding harga aslinya jika tidak sedang diskon.

  1. Seringlah mencari info di internet tentang obral buku atau bazar buku murah.
  2. Jangan gengsi membeli buku bekas.
Selain sering mampir ke toko buku, tidak ada salahnya mampir juga ke pedagang buku di pasar atau lainnya yang menjual buku baru ataupun bekas.  Ingat kan? Rangga AADC juga sering mampir ke toko buku bekas? Hehe. Ilham juga pernah dibelikan buku bekas oleh ayahnya seharga Rp.15 Ribu, berjudul “Alam Pesawat” keluaran tahun 1983 karya Ron Taylor dan Tim Penerbit Gramedia. Buku berisi 133 halaman itu memuat sejarah peradaban manusia, perkembangan ilmu pengobatan dan perkembangan tekhnologi. Bukunnyapun terdapat gambar berwarna di dalamnya. Buku itu kelak akan sangat bermanfaat untuk Ilham.  


  1. Jangan Cuma teori, praktekkan sekarang juga.
Saya sering mendengar ibu-ibu berkata bahwa jaman sekarang itu harus berhati-hati terhadap paparan televisi dan kecanduan anak terhadap gadget. Sudah, itu saja. Lalu bagaimana solusinya? Waspada saja tidak cukup, kita harus mencari media lain untuk mengalihkan perhatian anak dari dua hal tersebut. Kita harus serius untuk membuat anak menyukai buku sejak kecil. Sudahkah ibu-ibu seserius itu?
Ada lagi saya mendengar beberapa ibu-ibu mengagumi koleksi buku Ilham yang banyak. Namun, siapkah ibu-ibu saya ajak untuk membeli buku? Yang terjangkau di dompet tentu saja. Bersediakah jika ada diskon saya berikan info? Dititipipun saya mau. Apakah ibu-ibu ingin juga punya banyak buku untuk anak-anak ibu

.....
Pertama kali ayah membelikan buku untuk Ilham adalah buku cerita anak karya Roald Dahl. Waktu itu Ilham masih sekitar 6 atau 7 bulanan. Terdiri dari 14 buku dan waktu itu turun harga sehingga ayah sayang untuk melewatkannya. Saya sedikit manyun, Rp 140 Ribu sekaligus, kenapa tidak beli sedikit-sedikit dulu? Meski jika dihitung perbuku hanya Rp 10 Ribu!! Apalagi Ilham masih kecil, dia bisa membaca mungkin nanti di umurnya  5 tahun, kan masih lama. Ditambah lagi dari keempat belas buku hanya satu buku yang di dalamnya terdapat gambar berwarna yaitu “The Enormous Crocodile”, lainnya hanya tulisan saja dengan sedikit sekali gambar sketsa hitam putih.
Namun saya salah, lima tahun sangat cepat, itu merupakan bentuk investasi untuk anak. Dan sayapun bisa dapat bacaan bagus sebagai bekal dongeng saya untuk ilham dari buku-buku tersebut. Mulailah saya mendongeng untuknya meski tidak pada malam hari. Kapanpun saya longgar saya bacakan cerita untuknya.
Manfaat Dongeng Untuk Anak :
  1. Melatih kemampuan mendengar. Dengan banyak mendengar maka anak akan lebih mudah berbicara.
  2. Menambah kosa kata dan melatih kemampuan anak untuk berbicara secara terstruktur. Ilham kini sudah bisa bercerita dengan baik. Menurut kami, bicaranya pun sudah rapi. Ia bisa merangkai kalimat dengan baik.
  3. Menstimulasi daya berpikir, imajinasi, dan rasa ingin tahu. Pikirannya akan terangsang menggambarkan situasi  yang sedang ia dengar. Selain itu juga melatih anak berpikir kritis karena rasa ingin tahunya, ia akan bertanya banyak hal. Bertanya tentang hal yang baru saja ia dengar, serta tentang gambar-gambar manarik yang ia lihat di buku tersebut.
  4. Melatih daya ingat. Biasakan meminta anak untuk mengulangi dongeng yang baru saja ia dengar. Kamipun selalu meminta Ilham mengulanginya.
  5. Merangsang minat baca. Anak pasti akan ketagihan dongeng, seperti Ilham yang selalu minta diulang-ulang. Ia selalu ingin melihat buku yang dibacakan oleh kami, dan membuka halaman-halaman berikutnya untuk minta didongengi lagi. Begitulah cara kami mengenalkan buku pada Ilham.
  6. Mengajarkan nilai-nilai moral. Mendongeng merupakan salah satu sarana untuk mengajarkan etika, nilai-nilai moral, dan menyampaikan nasehat kita kepada anak. Anak dikenalkan dengan berbagai macam karakter dan diajarkan mengenal hubungan sebab akibat. Jika menjadi anak yang suka jahil kepada teman maka ia akan tidak disukai lagi oleh teman-temannya. Begitu salah satunya.
  7. Menambah keakraban orang tua dan anak. Pada saat bercerita tentu mata saya dan Ilham sering bertatapan, saya melihat ekspresi serius darinya. Dan itu lucu. Begitupun dengan Ilham yang melihat saya lucu memerankan tokoh dalam dongeng. Lalu kami tertawa bersama. Jika ayahnya yang mendongeng di malam hari sebelum tidur, maka Ilham akan bermanja-manja dengan ayahnya. Ayah akan tiduran di sebelah Ilham, mendongeng diselingi canda, lalu Ilham mendengarkan dengan sesekali bertanya dan terjadilah saling tanya jawab diantara keduanya. kegiatan menyenangkan tersebut diharapkan akan membekas di hatinya sampai dewasa nanti.
Dan inilah tips mendongeng untuk anak kita :
  1. Kita harus menguasai materi. Maka kita harus membaca dongeng itu terlebih dahulu.
  2. Buatlah karakter dalam dongeng benar-benar hidup. Karena kita telah menguasai materi, maka kita akan dengan mudah berekspresi memerankan tokoh dalam dongeng tersebut. Dengan mudah pula kita memberikan penekanan-penekanan pada beberapa kalimat yang menyatakan emosi masing-masing tokoh. Sedih, gembira, marah, dll.
  3. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti anak. Inilah manfaat dari menguasai materi terlebih dahulu. karena tidak mungkin kita membacakan seluruh kalimat yang tertera di buku. Ada beberapa kata yang tentu saja belum dimengerti anak di usianya. Sehingga tugas kita untuk mempermudahnya.
  4. Awali dengan kalimat yang menarik. Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, semua anak pasti suka dongeng. Mereka pasti suka didongengi dengan awal kalimat “Pada jaman dahulu”, maka awalilah dengan itu.
Mari mendongeng untuk anak-anak kita!!



                                                                                                                    

Selasa, 24 Januari 2017

Senang Jadi Kader Posyandu

Tahun Baru, Semangat Baru, Pendataan Posyandu pun Baru.

Ketika ada tawaran siapa yang mau jadi kader baru untuk membantu ibu ketua mengurus posyandu maka saya mengajukan diri. Hehehe. Saya pikir akan menyenangkan menyibukkan diri diluar urusan rumah.

Padahal waktu itu saya belum terpikir nih, nanti Ilma yang momong siapa ya. Ilma kan lengket seperti perangko dengan saya. Kalau diajak pasti akan rewel. Pikir nanti saja lah. Hehe.

Selain itu saya belum pernah ikut posyandu atau menjadi kader posyandu. Tapi ah, ini pengalaman baru, patut dicoba.

Sayangnya pada hari H penimbangan bulan November saya malah keluar kota. Seharusnya itu menjadi momen pertama saya. Sedangkan pada Desember saya hanya datang sebentar lalu pulang karena Ilma rewel.

Meski dua kali tidak ikut membantu pada saat penimbangan, namun di luar itu saya telah berdiskusi dengan kader lain tentang pembenahan beberapa hal terkait posyandu. Termasuk bahwa kami harus nginduk ke posyandu perumahan sebelah.

Posyandu ini sebenarnya sudah berjalan sejak Mei 2016. Namun karena perumahan kami belum dibentuk RT dan masih berbentuk paguyuban, maka kami harus nginduk ke posyandu perumahan sebelah. Supaya balita di perumahan kami terdaftar secara resmi dan bisa mendapat fasilitas posyandu seperti obat cacing, vitamin A, dan lainnya.

Baru Desember kemarin kami secara resmi bergabung ke posyandu perumahan sebelah. Dengan menyetor data balita beserta hasil timbangannya.

Termasuk juga membenahi pencatatan data balita. Ini sangat sangat sangat menyenangkan. Bagaimana tidak? Saya ambil meja kecil milik Ilham, saya pegang pulpen, penggaris, dan berhadapan dengan buku batik besar serta berlembar-lembar folio. Serasa bernostalgia kembali ke masa lalu, masa kerja dulu.
Kangen boleh kan ya? Kangen nulis-nulis, kangen duduk di belakang meja, kangen bolak balik kertas. Hehe.

Mulailah saya mengerjakan PR saya pada malam minggu kemarin. Mulai menulis data 31 balita yang berisi : nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, nama lengkap ayah dan ibu, dan alamatnya.
Karena tidak terbiasa menulis maka tangan saya menjadi lelah dengan cepat. Sedih kalau harus menulis 'y' 'g' dan huruf lain yang melengkung. Selain hurufnya jadi jelek, jari pun kaku. Hehe.

Data balita itu hanya dibuat sekali untuk pegangan pengurus. Jika balita sudah lulus ya tinggal dicoret, jika ada balita baru maka tinggal menambahkan data di bawahnya.

Dilanjutkan dengan membuat pencatatan keuangan posyandu yang nantinya akan diisi setiap bulannya.

Yang terakhir dan paling seru adalah membuat kertas catatan hasil penimbangan setiap bulan untuk masing-masing anak. Harus gunting-gunting kertas dan garis menggaris.

Jadi setiap anak punya satu kertas folio yang sudah dibagi 4 (sementara pakai itu dulu, lain kali ijin bu ketua minta uang kas nya untuk beli kertas yang lebih tebal, maka bisa disebut sebagai "kartu").

Satu kertas itu berisi nama, tgl lahir, alamat, dan nomor urutnya dalam daftar data balita di atas.
Di bawahnya berisi kolom bulan (Januari hingga Desember 2017), berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, dan keterangan (apakah naik atau turun berat badannya). Jadi masing-masing anak akan mudah dipantau perkembangannya karena mereka punya catatan sendiri-sendiri. Punya kertas yang terpisah dari lainnya.

Saya hanya mencontoh model pencatatan seperti di atas dari neneknya Ilham, yang sepuluh tahun lebih menjadi kader posyandu. Hasilnya pencatatan menjadi lebih rapi dan jelas. Karena untuk menunjukkan keseriusan menjalankan kegiatan apapun harus dimulai dengan pencatatan yang rapi.

Minggu pagi tadi sudah dilaksanakan penimbangan, syukurlah berjalan dengan lancar. Ditambah dua kader posyandu perumahan sebelah yang untuk pertama kalinya datang memantau dan melakukan pencatatan.

Harapan saya posyandu ini kelak semakin memberikan manfaat untuk kami semua.

 

Senin, 23 Januari 2017

Jangan Cemas ke Puskesmas

Puskesmas itu seram! Begitulah yang saya rasakan sewaktu masih Sekolah Dasar. Puskesmas di belakang sekolah saya konon berhantu. Jika lewat pada malam hari maka akan melihat kepala tanpa badan atau pocongan. Cerita itu semakin diperkuat dengan penampakan Puskesmas itu sendiri pada siang hari yang kusam. Entah dari siapa cerita itu beredar. Bagi kami yang masih anak-anak, cerita itu sangat menakutkan sekaligus candu. Hehehe.

Bila tiba giliran belajar kelompok di salah satu teman yang tinggal dekat Puskesmas itu, maka kami akan memilih jalan memutar yang jauh atau nekat lewat depan Puskesmas sambil mengayuh sepeda sekencang mungkin.

Saya sempat berpaling dari Puskesmas. Namun akhirnya ia menjadi tempat yang pertama kali saya tuju ketika sakit.

Puskesmas terdekat dari rumah saya jaraknya kurang lebih 1 km. Setelah keluar dari perumahan, menuruni bukit dan melewati dua perempatan sampailah di Puskesmas 'A'.

Kurang lebih 7 bulan lalu untuk pertama kalinya saya datang ke sana memeriksakan Ilma yang sudah panas selama 3 hari. Kebetulan ayahnya pun sedang sakit, sehingga tidak bisa mengantar kami ke rumah sakit yang biasanya kami datangi, yakni rumah sakit 'Y' di Bantul.

Sekarang pilihannya tinggal dua, ke bidan atau Puskesmas. Jika sudah panas 3 hari begitu maka pilihannya adalah Puskesmas karena harus cek darah.

Ilma kemudian diambil darahnya, dan hasilnya keluar setelah 15 menit. Saya kaget, cepat sekali. Dulu waktu Ilham dicek darahnya di rumah sakit 'X' di Semarang, hasilnya keluar lebih dari setengah jam.

Bayarnya pun hanya Rp 22 ribu, sudah untuk dokter, cek darah, dan obat. Murah bukan main. Sedangkan dulu Ilham sampai Rp 125 ribu hanya cek darah, tanpa obat.

Bahkan dokter jaga IGD rumah sakit yang menerima kami pada subuh kala itu hanya menanyai sejak kapan Ilham panas, makan dan minumnya bagaimana? Dan hanya menyarankan untuk memperbanyak makan dan minum serta melanjutkan obat penurun panas yang sudah ada di rumah.

Bahkan mereka sempat tidak melanjutkan mengukur panas tubuh Ilham karena anak itu meronta-ronta. Mereka manut saja ketika saya bilang, dini hari tadi panas Ilham 38,5 derajat.

Dan karena panik, saya juga lupa meminta mereka memeriksa mulut Ilham. Ya, Ilham tidak diminta buka mulut. Ternyata setelah malam harinya saya periksakan ke seorang dokter, Ilham dinyatakan terkena radang tenggorokan. Setelah diberi obat, seminggu kemudian ia sembuh.

Sejak saat itu, rasa ketergantungan saya pada rumah sakit X hilang. Standard saya sebelumnya, jika Ilham sakit memang ke rumah sakit X, atau ke bidan yang sudah sepuh yang dulu bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta terkenal di Semarang. Bidan itu buka praktek di rumah, dan saya cocok periksa kepadanya.

Kembali lagi ke Puskesmas.

Beberapa bulan kemudian saya memeriksakan Ilham Ilma ke Puskesmas karena mereka batuk pilek. Masing-masing anak hanya mengeluarkan Rp 9 ribu untuk bidan dan obat. Ilham sembuh dalam waktu 3 hari, sedangkan Ilma seminggu. Selain itu, pelayanan yang kami dapatkan pun bagus. Bidan-bidannya ramah.

Mau tidak mau saya membandingkan. Periksa di rumah sakit entah itu 'X' 'Y' atau 'Z', pelayanannya sama baik dengan Puskesmas. Namun biaya yang harus dikeluarkan lebih tinggi. Sekali periksa hingga Rp300-400 ribu. Belum soal jarak. Jika ke rumah sakit harus naik taksi misalnya, tapi kalau ke Puskesmas cukup naik motor karena lebih dekat.

Mungkin terdengar terlalu perhitungan untuk kesehatan anak. Sebenarnya bukan begitu, melainkan lebih karena soal saya belum pernah memeriksakan anak ke Puskesmas. Saya terlalu menomorsekiankan dan meremehkan Puskesmas.

Namun setelah merasakan langsung layanan Puskesmas, saya tersadar. Bahwa Puskesmas disediakan di masing-masing kelurahan untuk membantu warga dengan pelayanan yang baik dan biaya terjangkau oleh masyarakat, bahkan gratis jika menggunakan BPJS.

Mungkin selama ini saya terlalu sombong, tidak mantap atau tidak yakin jika tidak periksa di rumah sakit.

Saya semakin mantap periksa di Puskesmas setelah beberapa kali kecewa dengan dokter rumah sakit ketika memeriksakan Ilham. Bukan lalu saya tidak percaya dokter rumah sakit, bukan begitu. Namun kebetulan ada satu dua dokter yang membuat saya kecewa.

Saya semakin mantap periksa di Puskesmas karena berobat di manapun itu sama, ada cocok dan tidaknya. Tapj jangan lalu merendahkan satu layanan kesehatan dengan yang lain karena terkesan tidak bergengsi.

Karena ternyata yang menurut kita 'wah' pun kadang bisa mengecewakan.

Tentang kekecewaan saya, misalnya saat konsultasi tentang lidah Ilham yang tidak mulus dan belum mampunya dia mengunyah di umur 2 tahun. Dokter tersebut bilang lidah Ilham tidak apa-apa, selnya belum sempurna, tapi nanti permukaan lidahnya akan mulus dengan sendirinya. Sedangkan untuk kemampuan makan, dokter menyarankan hanya terus dilatih saja. "Kalau belum bisa ngunyah ya tidak apa-apa, toh anaknya sudah gemuk begini. Berarti tidak ada masalah. Tidak perlu vitamin penambah nafsu makan, karena masalahnya bukan disitu." Baiklah, kami lega.

Dokternya pun tidak bilang apa-apa setelah kami berpamitan. Namun saya kaget ketika harus bayar Rp200 ribu untuk vitamin yang diberikan dokter tersebut. Kenapa tiba-tiba diberikan vitamin? Kata suster, vitamin tersebut untuk memperkuat pencernaan Ilham. Namun dokter tadi bilang pencernaan Ilham tidak apa-apa. Totalnya Rp 400 ribu untuk konsultasi dan vitamin itu. Hmmm.

Ada lagi waktu Ilham batuk. Dokter mengatakan dahak Ilham sudah tidak ada. Namun Ilham diberi obat untuk memaksa dahaknya keluar. Bahkan apoteker bilang obat tersebut untuk mengurangi asma. Saya kaget, katanya sudah tidak ada dahak, apalagi asma? Alhasil, karena dokter tadi sudah pulang, saya dipertemukan dengan dokter lain dan dijelaskan tentang obat itu. Saya masih belum puas, tapi ya sudah saya coba saja.

Hasilnya, Ilham batuk terus-terusan seharian dan mengeluh perutnya sakit. Lalu saya hentikan obat itu setelah menemukan di salah satu blog ibu yang menceritakan pengalaman anaknya minum obat tersebut. Ah, nama obatnya saya lupa. Saya sempat menyimpannya beberapa bulan kemudian saya buang karena saya tidak terpikir untuk menceritakan tentang itu.

Yuk, ke Puskemas lagi.

Saya sendiri sempat periksa di Puskesmas. Saya periksa ke dokter umum dan dokter gigi. Totalnya hanya Rp 45 ribu. Kita harus realistis bukan, jika sama-sama bisa sembuh, sama-sama baik pelayananya, jika ada yang lebih murah, kenapa harus mencari yang mahal?

Dan satu lagi testimoni dari ibu saya yang mempunyai sakit diabetes dan darah tinggi. Beberapa kali opname di sebuah rumah sakit di Semarang, ibu suka dan nyaman dengan dokternya, sehingga menjadi ketergantungan pada RS tersebut.

Ketika di Bantul, ibu saya sempat takut tidak mendapat pelayanan yang baik di Puskesmas. Seakan-akan ibu saya mau kembali lagi ke Semarang dan periksa di RS langganannya. Toh, Ibu saya dengan rasa takutnya akhirnya mau ke Puskesmas.

Dan begini komentarnya kali pertama dia periksa, "Dokternya muda-muda ya, perhatian, ramah. Kelihatannya ibu cocok. Dokternya seramah dokter di RS yang dulu. Kuncinya itu di dokternya, kalau pasiennya nyaman itu sudah jadi obat yang pertama."

Kali kedua periksa, begini komentarnya: "Ibu tadi sampai Puskesmas sudah seperti orang mabuk darat. Mual, pusing, nggak karu-karuan. Lalu dokter yang kemarin itu lihat ibu, bilang supaya ibu dibawa ke IGD. Dokter itu bilang juga akan menyusul ke IGD.

Setelah di IGD dokternya betul langsung menyusul. Ibu diberi oksigen. Kepala ini jadi longgar setelah dioksigen. Dan ibu disuruh tidur di IGD dulu sampai kondisinya membaik baru boleh pulang.
Dokternya juga berpesan, kalau besok lagi sudah mulai pusing segera saja ke Puskesmas. Malam pun dilayani. Wah, ibu seneng."

Begitulah, hilang sudah ketergantungan ibu saya pada RS kesayangannya dulu. Hehe.
Memang harus sabar jika di Puskesmas. Paling tidak memakan waktu hingga 2 jam sampai proses terakhir yaitu pengambilan obat.

Namun itu wajar saja, di manapun juga antre. Di rumah sakit pun sepengalaman saya, butuh waktu 4 jam hingga prosesnya selesai. Bahkan lebih lama dari Puskesmas. Hiks.

Satu lagi hoax yang saya dengar dari kerabat tentang imunisasi di Puskesmas. Dia bercerita bahwa tetangganya imunisasi di Puskesmas dengan biaya nol rupiah atau gratis, dan anaknya panas hingga seminggu.

Baru saja saya konfirmasi ke teman saya yang kedua anaknya diimunisasikan di Puskesmas. Memang betul gratis, tapi panasnya hanya 2 hari yang DPT. Ya itu sama juga panas 2 hari waktu Ilma imunisasi di rumah sakit. Dan beberapa waktu lalu ketika ramai kasus vaksin palsu, Puskesmas dan rumah sakit pemerintah yang pertama kalinya dinyatakan aman.

Kalau saya sih mau lanjut periksa di Puskesmas saja. Kalau anda bagaimana?

Selasa, 10 Januari 2017

Mampir ke Selo, Lereng Gunung Merbabu



Sekali-sekali Mampir dan Menginaplah di Selo, Dusun Tertinggi di Kaki Gunung Merbabu.

Pukul lima sore kami berangkat dari Solo menuju Selo, tepatnya ke dusun tertinggi di bawah Merbabu. Kami melewati jalur Boyolali menuju Magelang. Semakin lama jalannya semakin naik, berkelok-kelok dan gelap. Jika hari masih terang pasti pemandangan yang bisa kami nikmati sangat indah.

Pukul tujuh malam sampailah kami di Dusun Jarakan Desa Samiran, Selo, Boyolali, kami berhenti terlebih dahulu di rumah bapak Salip-ketua RT.  Begitu turun dari mobil, angin dingin dan kencang menyambut kami. Ilham yang turun terlebih dahulu menjadi panik ketika angin itu menerpanya. “Gimana ni, Mi. Cepet, Mi. Dingin banget. Dingin, Mi.” Ini pengalaman pertama baginya berada di daerah yang sangaaat dingin.

Keluarga bapak Salip menyambut kami dengan hangat. Anak perempuannya yang seorang guru SD ikut menemani kami berbincang. Sejak pertengahan Desember lalu Homestay di  Dusun Jarakan telah menerima beberapa tamu. Bapak Salip dan kesembilan warga lainnya mendapat bantuan renovasi rumah secara cuma-cuma sebagai proyek percontohan homestay.

Rumah-rumah mereka sebelumnya terbuat dari kayu dan kondisinya memprihatikan, namun sekarang sebagiannya telah berubah menjadi bangunan indah dan permanen. Namun tiang-tiang di luar maupun di dalam rumah masih mempertahankan kayu sebelumnya, sehingga tetap meninggalkan kesan tradisional. Serta dibuatkan dua kamar mandi terpisah untuk mandi dan wc.

Dusun Jarakan sering didatangi wisatawan yang ingin meikmati keindahan pemandangan Merapi dan Merbabu, apalagi dusun ini merupakan tempat terdekat dari pos pendakian Merbabu yaitu pos Gancik. Selain itu disini pula terdapat villa milik bapak Jokowi. Beberapa wisatawan pernah ingin menginap namun ditolak oleh warga karena mereka tidak mempunyai fasilitas yang layak untuk menerima tamu. Dengan adanya homestay ini mereka siap menerima wisatawan.

Bukan hanya mendirikan 10 homestay, namun juga dibukakan lahan kurang lebih 1000 meter persegi untuk budidaya tanaman cabai. Nantinya hasil pertanian akan dikelola oleh pihak desa dan warga setempat. Juga didirikan warung seluas 6x7 meter yang nantinya akan menjual oleh-oleh khas desa Samiran. Diharapkan dengan adanya lahan dan warung tersebut dapat meningkatkan taraf hidup warga sekitar. Apalagi kesepuluh pemilik homestay sepakat akan menyisihkan 10% dari hasilnya untuk masuk ke koperasi warga.

Malam ini homestay Nuansa Baru milik Bapak Salip disewa oleh tiga orang bagpacker asal Jerman. Mereka sudah dua minggu di Indonesia, sebelumnya sudah mampir di Jakarta dan tujuan mereka setelah ini hendak ke Surabaya dan lombok. Mereka tahu homestay Dusun Jarakan dari internet. Tiga orang Jerman itu ingin mendaki Merapi, namun urung karena selalu hujan.

Setelah cukup berbincang, kami diantar ke rumah bapak Suyadi untuk beristirahat. Kami berempat langsung bersembunyi di balik selimut. Saya dan suami yang sudah tidak muda dan tidak terbiasa dengan dingin langsung menggigil. Namun alhamdulillah anak-anak seperti tidak merasakannya, mereka berdua asik bercanda dan tertawa sampai akhirnya tidur pulas sampai pagi. Malam terasa begitu lama bagi saya, biasalah sebagai ibu-ibu selalu cemas. Hehe. Memastikan selimut tetap menutup dari telinga hingga kaki anak-anak.  Sedang di luar rumah terdengar suara ribut dan bergemuruh, itu suara angin tadi. Anginnya luar biasa kencang. Brrrr.

Pagi telah tiba, kami berempat duduk di ruang tamu memandang keluar dari jendela saja, belum berani membuka pintu. Pemandangannya gunung Lawu di depan rumah masih belum jelas karena tertutup kabut. Hanya terlihat pepohonan tinggi berayun-ayun karena angin. Sudah saya bilang tadi, anginnya kencang sekali, suaranya sampai terdengar begitu bergemuruh, pohon-pohon pun sampai bergoyang-goyang karenanya.

Kebetulan kamar mandi bapak Suyadi terpisah dari bangunan utama, letaknya di belakang rumah. Saya menuju ke belakang, wahhh pemandangannya bagus sekali. Di belakang rumah bapak Suyadi sudah terhampar luas lahan pertanian. Ibunya yang sepuh dengan menggunakan jaket sudah mulai bercocok tanam, saya saja terkena angin dan air sudah menggigil.

Rumah bapak Suyadi memang paling ujung dan paling tinggi, di atasnya lagi sudah tidak ada rumah. Hanya lahan luas membentang. Rumahnya sudah berada di kaki gunung Merbabu. Merbabu berada di selatan rumahnya, sedangkan Merapi berada di Utara.

Saya kembali ke ruang tamu, bapak Suyadi bersama istri dan anaknya yang berusia 2 tahun baru saja pulang berbelanja. Pagi itu kami sarapan nasi, soto sapi, mendoan, tak lupa sambal dan krupuknya. Ilham Ilma lahap sekali makannya. Teh manisnya menambah hangat suasana, panas tehnya pas, kental dan manisnya juga pas. Dingin seperti memang paling enak minum teh panas, legi, kentel.

Tak berapa lama hujan turun, kami hanya berbincang-bincang dengan pemilik rumah. Ilham ilma asik bermain dengan Valen putri bapak Suyadi. Valensia namanya, dan nama itu dijadikan nama homestay nya juga. Jika kelak teman-teman hendak berwisata kesini, bisa juga menginap di Valensia, pemilik rumahnya baik dan ramah.

Cuaca seperti ini rutin terjadi di januari, angin kencang serta hujan yang selalu turun tiap pagi. Pukul sepuluh hujan sudah berhenti, kami akhirnya dapat berjalan-jalan. Sayangnya kabut masih menutupi pemandangan gunung, jadi kami berfoto seadanya saja. Warga sekitar sudah aktif di lahannya, saya bertanya sedang menanam apa? Mereka sedang menanam wortel, sebelumnya baru saja panen kol dan seledri.

Kami mampir lagi ke bapak Salip-ketua RT, istri dan anaknya yang baru saja pulang mengajar sedang duduk berdua di depan tungku. “Sini mbak, ikut duduk disini. Lumayan untuk menghangatkan diri.” Begitu tawarannya. Tungku dari bahan arang, memang cocok untuk menghangatkan diri di tengah cuaca seperti ini.

Disana kami pun disuguhi teh. Rasa teh nya sama seperti yang mereka suguhkan semalam, sama pula dengan yang disuguhkan bapak Suyadi. Kali ini masing-masing gelas kami terdapat teh celupnya, ooh teh celup Tjatoet, bisa deh dicoba di rumah. Hehe. Belum ada setengah hari saya sudah minum empat gelas teh, ilham ilma pun banyak sekali minum teh. Ada cerita juga dari arsitek yang sebelumnya kesini mengawasi proses pembangunannya, awalnya asik minum teh di tengah udara yang dingin. Namun lama-lama dia minta teh tawar juga karena seringnya disuguhi teh manis.

Saat itu juga wisatawan dari Jerman hendak berpamitan, mereka meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki menuruni desa. Pukul dua siang gantian kami yang berpamitan, dan cuaca sudah mulai sedikit panas, pemandangan indah tak tertutup kabut memanjakan mata kami. Rasanya cukup menyenangkan bisa mampir ke Selo. Biaya penginapannya pun murah, hanya seratus ribu per kamar. Pemilik rumah juga sangat baik, saya sangat terkesan. Namun kami harus pulang, lagipula saya sudah rindu rumah, saya rindu panas. Hehe.

Kami melihat dari bawah villa bapak Jokowi, hanya melihat sebentar dari mobil. Dan karena sudah tidak ada kabut maka terpampang nyata Merapi yang gagah perkasa di utara kami. Takjub rasanya. Pada saat Merapi meletus beberapa tahun lalu, warga dusun Jarakan semua mengungsi, abu yang masuk ke rumah mereka hingga 5 cm.

Rute perjalanan pulang kami berbeda dengan rute berangkat. Kami melewati desa sepanjang kelurahan Selo, melewati kali Apu, lalu sampailah ke Magelang, Jogja, Bantul, sampai pula ke rumah.   

Minggu, 08 Januari 2017

Sisi Lain Kartini, Review Buku : Panggil Aku Kartini Saja

Saya ingin mengetahui lebih dalam tentang Kartini bukan karena Hanung Bramantyo sedang menggarap film tentang ibu Kartini. Bukan karena itu. Bukan  pula saya ikut-ikutan membaca buku yang dibaca oleh Dian Sastrowardoyo pada saat proses pembuatan film Kartini itu.
Buku tersebut berjudul “Panggil Aku Kartini Saja”. Catatan dan penilaian Pramoedya Ananta Toer atas sosok Kartini yang kemudian dibukukan dan diterbitkan oleh Lentera Dipantara pertama kali pada Juli 2003. Konon buku ini terdiri dari empat jilid. Namun karena huru-hara 1965 maka hanya jilid satu dan dua yang terselamatkan dan dijadikan satu menjadi 301 halaman dalam buku ini.
Sampai usia yang ke 31, saya hanya tahu bahwa Kartini adalah keturunan bangsawan, anak seorang Bupati Jepara yang lahir pada 21 April. Usianya sangat pendek, meninggal setelah melahirkan di usianya ke-25. Tanggal kelahirannya diperingati setiap tahun sebagai Hari Kartini untuk mengenang jasanya memperjuangan kesamaan hak untuk perempuan dan emansipasi wanita.  
Sepanjang membaca buku ini, saya semakin terkagum-kagum padanya.  Surat-surat dan catatannya yang belum pernah sama sekali saya baca, saya dapatkan di buku ini. Semakin jelaslah sosok Kartini. Pembaca akan sepakat dengan saya setelah membaca tulisannya, bahwa ia perempuan yang sangat cerdas, kritis, pemberontak, dan jujur. Termasuk jujur pada pencariannya tentang Tuhan, serta pendapatnya tentang agama. Saya sangat terkesan dengan ini:
“Agama dimaksudkan sebagai karunia bagi umat manusia, untuk mengadakan ikatan antara makhluk-makhluk Tuhan. Kita semua adalah saudara, bukan karena kita mempunyai satu leluhur, yaitu leluhur manusia, tapi karena kita semua anak-anak dari satu Bapa, dari Dia, yang bertakhta di langit sana. Duh, Tuhan, kadang aku ingin, hendaknya tiada satu agama pun di atas dunia ini. Karena agama-agama ini, yang harus persatukan semua orang, sepanjang abad-abad yang telah lewat menjadi biang keladi peperangan dan perpecahan, dari drama-drama pembunuhan yang paling kejam. Orang-orang dari  orangtua yang sama berdiri berhadap-hadapan, karena cara mereka beribadah kepada Tuhan yang sama berbeda. Orang-orang dengan hati mereka yang terikat oleh kasih-sayang yang mesra, berpalingan satu daripada yang lain membawa kecewa. Perbedaan gereja, di mana Tuhan yang sama itu juga yang dipanggil, telah menjadi tembok pemisah bagi kedua belah pihak, tembok pemisah yang mendebarkan jantung mereka. Benarkah agama menjadi karunia bagi umat manusia? Sering pertanyaan itu timbul dalam hatiku yang ragu. Agama yang harusnya melindungi diri kita dari dosa ini, berapa saja kejahatan yang orang telah lakukan atas namaMu” (halaman 146, surat 6 November 1899 kepada Estelle Zeehandelaar atau Stella).
Pemikiran Kartini sangat dalam, bijaksana, dan penuh kebaikan, sementara kita seringkali terprovokasi isu SARA. Kita sungguh tertinggal, Kawan. Kartini telah melampaui jamannya, bahkan jaman kita juga.
Kartini adalah seorang seniman! Saya baru mengetahui bahwa Ia bisa membatik, melukis, dan tentu saja menulis. Pada halaman 142 buku ini ditampilkan 3 lukisannya. Pertama lukisan pensil tiga anak kucing, kedua lukisan dari arang tentang pemandangan pantai dan beberapa pohon kelapa, dan ketiga lukisan cat minyak berupa pemandangan dan bunga teratai. Lukisannya indah dan hidup. Saya semakin kagum padanya.
Seni batik telah ia pelajari sejak umur 12 tahun. Kartini menghadiahkan sarung batik buatannya sendiri kepada Nyonya Abendanon, kemudian dipotret oleh Tuan Abendanon dan direproduksi dalam terbitan ‘Door Duisternis tot Licht’ cetakan ke IV, 1923.
Dalam kunjungannya ke berbagai tempat dan peristiwa penting, ia selalu memakai sarung batik buatannya sendiri. Ia bermaksud membanggakan seni rakyat yang indah dan tak tertandingi oleh negeri lain.
Pada 1898 saat Kartini berusia 19 tahun, diadakan pameran nasional untuk karya wanita di Deen Haag, Belanda. Ibu Suri Kerajaan Belanda berhenti di stand bernama “Jawa”. Ia tertarik pada batik dan membaca naskah tentang proses pembuatan dan seluk beluk batik sampai sekecil-kecilnya. Naskah itu berjudul ‘Handchrift Japara’. Tentu saja itu tulisan Kartini yang ia buat setelah melakukan studi tentang batik. Setahun kemudian naskah tersebut dimuat dalam buku De Batikkunst in Ned. Indie en haar Geschiedenis karangan GP Rouffaer dan Dr. H.H.Juynboll.
Pengaruh ‘Handchrift Japara’ membuat batik menjadi terkenal. Utusan dari Belanda bahkan datang ke Hindia untuk membantu kesenian Hindia terutama batik.  Begitulah salah satu perjuangan Kartini dan wujud cintanya pada seni rakyat.  
Kartini telah berhasil menghidupkan industri rumah tangga. Tidak hanya batik, ia menaruh perhatian pada seni pahat, kuningan, dan ukir-ukiran. Ia berhasil mengangkat derajat seniman seni ukir Jepara. Hingga kini Jepara terkenal dengan seni ukirnya.
Kartini sangat suka membaca. Semua yang ada di hadapannya ia baca. Karena itu wawasan tentang negerinya, rakyatnya, dan hal-hal yang terjadi di dunia luar termasuk di negeri Belanda ia ketahui. Menjadikannya dapat menimbang-nimbang, membandingkan tentang ketidak adilan yang diterima oleh rakyatnya sendiri. Belanda begitu demokratis, sedangkan Jawa sangat berkasta-kasta.
Kartini sangat menyukai sastra. Cita-citanya telah ia sampaikan. Ia ingin menjadi pengarang. Salah satu buku yang memberikan kesan mendalam padanya dan membuatnya setia pada perjuangannya adalah “Quo Vadis”.
Saya sudah dua kali membaca “Quo vadis”. Saya pun sangat menyukainya. Karya itu meraih Nobel sastra pada 1905. Saya meminjamnya dari seorang teman semasa SMA dan belum saya kembalikan. Teman saya itu mungkin sudah lupa. Baiklah, mumpung saya ingat, saya akan memberi pesan padanya, bolehkah untuk saya atau harus saya kembalikan? Hehe.
Buku lain yang mempengaruhi hidup dan perjuangannya adalah otobiografi Pandita Ramabai dari India. Wanita Hindu pertama yang mempelopori perlawanan terhadap nasib wanita Hindu akibat adat dan agama, terutama kenistaan dan penganiayaan terhadap para janda.
“Tentang pahlawan India yang gagah berani ini kami telah dengar lebih banyak. Aku masih bersekolah waktu untuk pertama kali mendengar si gagah berani ini. Ah-ya! Aku masih dapat mengingatnya begitu baik: waktu itu aku masih sangat, sangat muda, masih bocar berumur antara 10 dan 11 tahun, waktu aku dengan semangat membakar membaca tentangnya di koran. Aku menggigil gugup: jadi bukan hanya bagi wanita kulit putih saja kehidupan bebas itu dapat direbut!-juga wanita berkulit coklat dapat membebaskan diri, merebut kemerdekaan. Berhari-hari aku pikirkan dia, dan tiada lagi aku dapat lupakan dia. Suatu contoh yang baik dan memberanikan-demikian mendalamnya pengaruh itu bekerja di dalam diriku” (surat untuk Nyonya Van Kol, 21 Juli 1902) Kisah perjuangan Ramabai pun dapat dibaca di buku ini pada halaman 249-252).
Di usia 10-11 tahun Kartini sudah membaca tentang Ramabai. Di usia itu, bacaan apa yang telah mempengaruhi hidup kalian? Hidup saya? Seingat saya tidak ada. Saya hidup di jaman modern, tetapi saya tertinggal jauh darinya.
Kartini pun telah mendobrak pemikiran seorang feodal. “Panggil aku Kartini saja-itulah namaku,” tulisnya dalam surat untuk Stella 25 Mei 1899. Ia hanya ingin dipanggil Kartini tanpa embel-embel keningratan yang melekat pada namanya.
Tulisannya beberapa sudah dipublikasikan saat ia masih hidup. Sehingga terkenallah ia sebagai satu-satunya Putri Jawa yang dapat menulis dengan baik dalam bahasa Belanda dan tulisannya berhasil dimuat di berbagai media massa ketika itu.     
Namun surat-surat kepada para sahabatnya baru dipublikasikan dalam bentuk buku pada 1911 di Semarang, Surabaya, dan Den Haag setelah ia tiada. Publikasi itu atas inisiatif keluarga Abendanon yang sering pula surat-menyurat dengan Kartini. Mr.J.H Abendanon adalah Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’.  
Bagi yang menyukai sejarah tentu akan sangat menikmati. Saya suka sejarah. Ibu Kartini juga suka sejarah. Dalam suratnya untuk Nyonya Abendanon ia menulis, “Bukannya aku tidak menyukai sejarah, malahan aku merasainya sangat sekali menariknya dan banyak pelajaran yang kita peroleh daripadanya; tetapi bentuk yang dipergunakannya dalam pelajaran sekolah tidak menarik hatiku. Dalam hal ini seyogianya ada seorang guru yang membuat bahan-bahan yang kering itu menjadi memikat. Bagian-bagian sejarah yang sangat aku nikmati, ialah jaman purba; sayang sekali, bahwa hal itu cuma sedikit saja bisa didapatkan. Justru itu yang ingin aku kenal, sejarah Mesir purba, Yunani, dan Romawi.”
Kalimat terakhir yang ditulisnya enam hari sebelum meninggal begitu lembut, seperti Kartini sudah tahu ajal akan datang menjemputnya. “Selamat malam, bunda tersayang, sekali lagi terimalah terimakasih kami berdua yang ikhlas. Salam kepada Tuan dari kami berdua, dan terimalah cium mesra dari putrimu sendiri: Kartini” (surat untuk Nyonya Abendanon).