Senin, 23 Januari 2017

Jangan Cemas ke Puskesmas

Puskesmas itu seram! Begitulah yang saya rasakan sewaktu masih Sekolah Dasar. Puskesmas di belakang sekolah saya konon berhantu. Jika lewat pada malam hari maka akan melihat kepala tanpa badan atau pocongan. Cerita itu semakin diperkuat dengan penampakan Puskesmas itu sendiri pada siang hari yang kusam. Entah dari siapa cerita itu beredar. Bagi kami yang masih anak-anak, cerita itu sangat menakutkan sekaligus candu. Hehehe.

Bila tiba giliran belajar kelompok di salah satu teman yang tinggal dekat Puskesmas itu, maka kami akan memilih jalan memutar yang jauh atau nekat lewat depan Puskesmas sambil mengayuh sepeda sekencang mungkin.

Saya sempat berpaling dari Puskesmas. Namun akhirnya ia menjadi tempat yang pertama kali saya tuju ketika sakit.

Puskesmas terdekat dari rumah saya jaraknya kurang lebih 1 km. Setelah keluar dari perumahan, menuruni bukit dan melewati dua perempatan sampailah di Puskesmas 'A'.

Kurang lebih 7 bulan lalu untuk pertama kalinya saya datang ke sana memeriksakan Ilma yang sudah panas selama 3 hari. Kebetulan ayahnya pun sedang sakit, sehingga tidak bisa mengantar kami ke rumah sakit yang biasanya kami datangi, yakni rumah sakit 'Y' di Bantul.

Sekarang pilihannya tinggal dua, ke bidan atau Puskesmas. Jika sudah panas 3 hari begitu maka pilihannya adalah Puskesmas karena harus cek darah.

Ilma kemudian diambil darahnya, dan hasilnya keluar setelah 15 menit. Saya kaget, cepat sekali. Dulu waktu Ilham dicek darahnya di rumah sakit 'X' di Semarang, hasilnya keluar lebih dari setengah jam.

Bayarnya pun hanya Rp 22 ribu, sudah untuk dokter, cek darah, dan obat. Murah bukan main. Sedangkan dulu Ilham sampai Rp 125 ribu hanya cek darah, tanpa obat.

Bahkan dokter jaga IGD rumah sakit yang menerima kami pada subuh kala itu hanya menanyai sejak kapan Ilham panas, makan dan minumnya bagaimana? Dan hanya menyarankan untuk memperbanyak makan dan minum serta melanjutkan obat penurun panas yang sudah ada di rumah.

Bahkan mereka sempat tidak melanjutkan mengukur panas tubuh Ilham karena anak itu meronta-ronta. Mereka manut saja ketika saya bilang, dini hari tadi panas Ilham 38,5 derajat.

Dan karena panik, saya juga lupa meminta mereka memeriksa mulut Ilham. Ya, Ilham tidak diminta buka mulut. Ternyata setelah malam harinya saya periksakan ke seorang dokter, Ilham dinyatakan terkena radang tenggorokan. Setelah diberi obat, seminggu kemudian ia sembuh.

Sejak saat itu, rasa ketergantungan saya pada rumah sakit X hilang. Standard saya sebelumnya, jika Ilham sakit memang ke rumah sakit X, atau ke bidan yang sudah sepuh yang dulu bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta terkenal di Semarang. Bidan itu buka praktek di rumah, dan saya cocok periksa kepadanya.

Kembali lagi ke Puskesmas.

Beberapa bulan kemudian saya memeriksakan Ilham Ilma ke Puskesmas karena mereka batuk pilek. Masing-masing anak hanya mengeluarkan Rp 9 ribu untuk bidan dan obat. Ilham sembuh dalam waktu 3 hari, sedangkan Ilma seminggu. Selain itu, pelayanan yang kami dapatkan pun bagus. Bidan-bidannya ramah.

Mau tidak mau saya membandingkan. Periksa di rumah sakit entah itu 'X' 'Y' atau 'Z', pelayanannya sama baik dengan Puskesmas. Namun biaya yang harus dikeluarkan lebih tinggi. Sekali periksa hingga Rp300-400 ribu. Belum soal jarak. Jika ke rumah sakit harus naik taksi misalnya, tapi kalau ke Puskesmas cukup naik motor karena lebih dekat.

Mungkin terdengar terlalu perhitungan untuk kesehatan anak. Sebenarnya bukan begitu, melainkan lebih karena soal saya belum pernah memeriksakan anak ke Puskesmas. Saya terlalu menomorsekiankan dan meremehkan Puskesmas.

Namun setelah merasakan langsung layanan Puskesmas, saya tersadar. Bahwa Puskesmas disediakan di masing-masing kelurahan untuk membantu warga dengan pelayanan yang baik dan biaya terjangkau oleh masyarakat, bahkan gratis jika menggunakan BPJS.

Mungkin selama ini saya terlalu sombong, tidak mantap atau tidak yakin jika tidak periksa di rumah sakit.

Saya semakin mantap periksa di Puskesmas setelah beberapa kali kecewa dengan dokter rumah sakit ketika memeriksakan Ilham. Bukan lalu saya tidak percaya dokter rumah sakit, bukan begitu. Namun kebetulan ada satu dua dokter yang membuat saya kecewa.

Saya semakin mantap periksa di Puskesmas karena berobat di manapun itu sama, ada cocok dan tidaknya. Tapj jangan lalu merendahkan satu layanan kesehatan dengan yang lain karena terkesan tidak bergengsi.

Karena ternyata yang menurut kita 'wah' pun kadang bisa mengecewakan.

Tentang kekecewaan saya, misalnya saat konsultasi tentang lidah Ilham yang tidak mulus dan belum mampunya dia mengunyah di umur 2 tahun. Dokter tersebut bilang lidah Ilham tidak apa-apa, selnya belum sempurna, tapi nanti permukaan lidahnya akan mulus dengan sendirinya. Sedangkan untuk kemampuan makan, dokter menyarankan hanya terus dilatih saja. "Kalau belum bisa ngunyah ya tidak apa-apa, toh anaknya sudah gemuk begini. Berarti tidak ada masalah. Tidak perlu vitamin penambah nafsu makan, karena masalahnya bukan disitu." Baiklah, kami lega.

Dokternya pun tidak bilang apa-apa setelah kami berpamitan. Namun saya kaget ketika harus bayar Rp200 ribu untuk vitamin yang diberikan dokter tersebut. Kenapa tiba-tiba diberikan vitamin? Kata suster, vitamin tersebut untuk memperkuat pencernaan Ilham. Namun dokter tadi bilang pencernaan Ilham tidak apa-apa. Totalnya Rp 400 ribu untuk konsultasi dan vitamin itu. Hmmm.

Ada lagi waktu Ilham batuk. Dokter mengatakan dahak Ilham sudah tidak ada. Namun Ilham diberi obat untuk memaksa dahaknya keluar. Bahkan apoteker bilang obat tersebut untuk mengurangi asma. Saya kaget, katanya sudah tidak ada dahak, apalagi asma? Alhasil, karena dokter tadi sudah pulang, saya dipertemukan dengan dokter lain dan dijelaskan tentang obat itu. Saya masih belum puas, tapi ya sudah saya coba saja.

Hasilnya, Ilham batuk terus-terusan seharian dan mengeluh perutnya sakit. Lalu saya hentikan obat itu setelah menemukan di salah satu blog ibu yang menceritakan pengalaman anaknya minum obat tersebut. Ah, nama obatnya saya lupa. Saya sempat menyimpannya beberapa bulan kemudian saya buang karena saya tidak terpikir untuk menceritakan tentang itu.

Yuk, ke Puskemas lagi.

Saya sendiri sempat periksa di Puskesmas. Saya periksa ke dokter umum dan dokter gigi. Totalnya hanya Rp 45 ribu. Kita harus realistis bukan, jika sama-sama bisa sembuh, sama-sama baik pelayananya, jika ada yang lebih murah, kenapa harus mencari yang mahal?

Dan satu lagi testimoni dari ibu saya yang mempunyai sakit diabetes dan darah tinggi. Beberapa kali opname di sebuah rumah sakit di Semarang, ibu suka dan nyaman dengan dokternya, sehingga menjadi ketergantungan pada RS tersebut.

Ketika di Bantul, ibu saya sempat takut tidak mendapat pelayanan yang baik di Puskesmas. Seakan-akan ibu saya mau kembali lagi ke Semarang dan periksa di RS langganannya. Toh, Ibu saya dengan rasa takutnya akhirnya mau ke Puskesmas.

Dan begini komentarnya kali pertama dia periksa, "Dokternya muda-muda ya, perhatian, ramah. Kelihatannya ibu cocok. Dokternya seramah dokter di RS yang dulu. Kuncinya itu di dokternya, kalau pasiennya nyaman itu sudah jadi obat yang pertama."

Kali kedua periksa, begini komentarnya: "Ibu tadi sampai Puskesmas sudah seperti orang mabuk darat. Mual, pusing, nggak karu-karuan. Lalu dokter yang kemarin itu lihat ibu, bilang supaya ibu dibawa ke IGD. Dokter itu bilang juga akan menyusul ke IGD.

Setelah di IGD dokternya betul langsung menyusul. Ibu diberi oksigen. Kepala ini jadi longgar setelah dioksigen. Dan ibu disuruh tidur di IGD dulu sampai kondisinya membaik baru boleh pulang.
Dokternya juga berpesan, kalau besok lagi sudah mulai pusing segera saja ke Puskesmas. Malam pun dilayani. Wah, ibu seneng."

Begitulah, hilang sudah ketergantungan ibu saya pada RS kesayangannya dulu. Hehe.
Memang harus sabar jika di Puskesmas. Paling tidak memakan waktu hingga 2 jam sampai proses terakhir yaitu pengambilan obat.

Namun itu wajar saja, di manapun juga antre. Di rumah sakit pun sepengalaman saya, butuh waktu 4 jam hingga prosesnya selesai. Bahkan lebih lama dari Puskesmas. Hiks.

Satu lagi hoax yang saya dengar dari kerabat tentang imunisasi di Puskesmas. Dia bercerita bahwa tetangganya imunisasi di Puskesmas dengan biaya nol rupiah atau gratis, dan anaknya panas hingga seminggu.

Baru saja saya konfirmasi ke teman saya yang kedua anaknya diimunisasikan di Puskesmas. Memang betul gratis, tapi panasnya hanya 2 hari yang DPT. Ya itu sama juga panas 2 hari waktu Ilma imunisasi di rumah sakit. Dan beberapa waktu lalu ketika ramai kasus vaksin palsu, Puskesmas dan rumah sakit pemerintah yang pertama kalinya dinyatakan aman.

Kalau saya sih mau lanjut periksa di Puskesmas saja. Kalau anda bagaimana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar